Laporan Roy Suryo Kepada Menag Yaqut Ditolak, Polda Metro Jaya: Bukan Wilayah Hukum Kami

- 25 Februari 2022, 17:00 WIB
Laporan dari pakar Telematika, Roy Suryo kepada Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas ditolak oleh Polda Metro Jaya.
Laporan dari pakar Telematika, Roy Suryo kepada Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas ditolak oleh Polda Metro Jaya. /PMJ News

PORTAL BONTANG - Laporan dari pakar Telematika, Roy Suryo kepada Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas ditolak oleh Polda Metro Jaya.

Pelaporan Roy Suryo kepada Menag Yaqut terkait pernyataan yang menyandingkan suara toa masjid dengan gonggongan anjing.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Endra Zulpan menerangkan penolakan tersebut bukan karena penyidik tak ingin memproses laporan Roy Suryo. 

Baca Juga: 38 PPPK Non Guru Pemkot Bontang Resmi Dilantik

"Karena locus delicti-nya itu di Riau, bukan di Jakarta," kata Zulpan, Jumat 25 Februari 2022 dikutip PortalBontang.com dari PMJ News.

Zulpan menerangkan, pihaknya telah menyarankan Roy Suryo untuk melayangkan laporan terhadap Yaqut ke Polda Riau atau Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

Seperti yang diketahui, Roy Suryo bersama tim kuasa hukumnya mencoba memolisikan Menag Yaqut ke SPKT Polda Metro Jaya pada Kamis 24 Februari 2022 kemarin. Namun, saat keluar dirinya tidak membawa bukti laporan diterima.

"Maka dari itu, disarankan di Bareskrim laporannya," sambungnya.

Baca Juga: Soal Temuan 1,1 Juta Kilogram Minyak Goreng, Kapolda Sumut: Bukan Penimbunan

Sebagai informasi, Menag Yaqut diperbincangkan usai melontarkan pernyataannya yang membandingkan suara toa Masjid dan Musala dengan suara gonggongan anjing.

Pernyataan itu diungkap Yaqut saat membahas soal SE tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala di Pekanbaru, Riau.

SE itu mengatur soal batas volume dari toa atau pengeras suara di Masjid maupun Musala yang hanya diperbolehkan maksimal 100 dB (desibel) agar tidak mengganggu warga.

Baca Juga: Cara Mengganti Sholat Karena Lupa dan Ketiduran Berdasarkan Hadist Shahih

"Karena kita tahu, misalnya ya di daerah yang mayoritas muslim. Hampir setiap 100-200 meter itu ada musala-masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka menyalakan toa bersamaan di atas. Itu bukan lagi syiar, tapi gangguan buat sekitarnya," kata Yaqut.

Yaqut lantas mencontohkan suara-suara lain yang dapat menimbulkan gangguan. Salah satunya suara gonggongan anjing.

"Yang paling sederhana lagi, kalau kita hidup dalam satu kompleks, misalnya. Kiri, kanan, depan belakang pelihara anjing semua. Misalnya menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu nggak? Artinya apa? Suara-suara ini, apa pun suara itu, harus kita atur supaya tidak jadi gangguan. Speaker di musala-masjid silakan dipakai, tetapi tolong diatur agar tidak ada terganggu," tukas Yaqut. 

Setelah polemik tersebut, Kementerian Agama pun mengklarifikasi hal tersebut.

Baca Juga: Wamenkes Buka Peluang Vaksin Booster Dosis Keempat, Dante: Jika Ada Hasil Studi Ilmiah

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Thobib Al Asyhar, menegaskan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing. Pemberitaan yang mengatakan Menag membandingkan dua hal tersebut adalah sangat tidak tepat.

“Menag sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing, tapi Menag sedang mencontohkan tentang pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara,” tegas Thobib Al-Asyhar di Jakarta, dikutip PortalBontang.com dari situs Kemenag.

Menurut Thobib, saat ditanya wartawan tentang Surat Edaran (SE) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala dalam kunjungan kerjanya di Pekanbaru, Menag menjelaskan bahwa dalam hidup di masyarakat yang plural diperlukan toleransi.

Sehingga perlu pedoman bersama agar kehidupan harmoni tetap terawat dengan baik, termasuk tentang pengaturan kebisingan pengeras suara apa pun yang bisa membuat tidak nyaman.

"Dalam penjelasan itu, Gus Menteri memberi contoh sederhana, tidak dalam konteks membandingkan satu dengan lainnya, makanya beliau menyebut kata misal. Yang dimaksud Gus Yaqut adalah misalkan umat muslim tinggal sebagai minoritas di kawasan tertentu, di mana masyarakatnya banyak memelihara anjing, pasti akan terganggu jika tidak ada toleransi dari tetangga yang memelihara,” jelasnya. ***

Editor: Muhammad ZA

Sumber: PMJ News Kemenag


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini