Sejumlah Pejabat Diduga Terima Vaksin Booster, Begini Penjelasan Kemenkes

26 Agustus 2021, 13:03 WIB
Ilustrasi Vaksin. /Jurnal Soreang /Antara

PORTAL BONTANG - Perbincangan antara para pejabat pusat dan daerah, soal sudah melakukan vaksin booster atau tahap ketiga menyeruak.

Terlebih, perbincangan itu antara Presiden Joko Widodo, Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor, Wali Kota Samarinda Andi Harun, dan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.

Dalam video kunjungan Presiden ke Bumi Etam itu, pejabat-pejabat tersebut mengaku telah mendapatkan vaksinasi dosis ketiga kepada Presiden Jokowi.

Baca Juga: Cerita Sopir Ambulans Salip Mobil RI 1 Saat Jokowi Kunker di Kaltim, Sampai Teriak 'Izin, Pak'

Tetapi video yang sempat diunggah Sekretariat Presiden itu pada Selasa, 24 Agustus 2021, kini telah dihapus.

Dikutip PortalBontang.com dari berita Pikiran-Rakyat.com berjudul "Heboh Pejabat Lebih Dulu Terima Vaksin Ketiga Covid-19, Kemenkes Buka Suara".

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menegaskan sebelumnya, vaksin ketiga Covid-19 atau vaksin booster diprioritaskan untuk tenaga kesehatan.

Namun, soal dugaan adanya pejabat yang telah menerima vaksin ketiga, mereka dituding curi start mengingat jumlah tenaga kesehatan yang menerima vaksin ketiga Covid-19 baru 34 persen.

Baca Juga: Ditahan di Rutan Bareskrim Polri, 42 Video Muhammad Kece Di-Takedown Kominfo

Terkait hal tersebut, juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, dr Siti Nadia Tarmizi menegaskan Kemenkes tengah mengevaluasi ketepatan sasaran vaksinasi booster.

Siti Nadia mengatakan, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin memantau pelaksanaan vaksinasi dengan bantuan sejumlah auditor untuk mencegah penyimpangan vaksinasi dari mulai distribusi, stok vaksin, hingga penggunaannya.

“Sesuai dengan SE (surat edaran) juga bahwa pemberian vaksinasi dosis ketiga atau booster ini hanya diberikan kepada tenaga kesehatan," ujar Siti Nadia dalam rilis survei Indikator Politik Indonesia daring, Rabu, 25 Agustus 2021.

"Dan ini sudah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah,” sambungnya.

Baca Juga: BKN Beri 2 Opsi ke Peserta yang Positif Covid-19 Saat Tes SKD CPNS 2021

“Karena pak Menkes sudah menggandeng auditor-auditor kita untuk kemudian nanti dalam pelaksanaannya melakukan evaluasi mengenai ketepatan dari sasaran ini. Jadi sampai sekarang tentunya vaksinasi booster ini hanya diberikan kepada tenaga kesehatan,” kata Siti Nadia.

Di sisi lain, Kemenkes juga mengatakan baru sekitar 450 ribu tenaga kesehatan yang telah menerima suntikan vaksin dosis ketiga atau booster, sebagaimana dikutip dari laman PMJ News.

Menkes Budi juga mengatakan, jumlah tersebut setara dengan 34 persen dari total target penerima booster sebanyak 1,5 juta tenaga kesehatan.

“Capaian yang paling tinggi itu di Bali dan Kepulauan Riau,” kata Budi dalam rapat kerja dengan DPR RI pada Rabu.

Baca Juga: Berkilau! Koleksi Uang Logam Rp25.000 dan Rp500.000 Bergambar Bung Karno Dipamerkan

Menurut Budi, penerimaan tenaga kesehatan untuk bersedia di vaksin dosis ketiga sudah jauh lebih tinggi dibanding saat awal kebijakan ini dimulai pada Juli lalu.

Hal itu sempat terjadi lantaran penyuntikan dosis ketiga menggunakan vaksin Moderna dengan ‘platform’ mRNA yang berbeda dengan dua dosis vaksin Sinovac dengan ‘platform’ inaktivasi yang lebih dulu diterima tenaga kesehatan.

“Kalau tenaga kesehatan tidak nyaman dengan ‘platform’ berbeda, kita buka opsi dengan yang sama,” tuturnya.

Sementara itu, Amnesty International Indonesia meminta pemerintah memastikan, vaksin dosis ketiga betul-betul diprioritaskan hanya untuk tenaga kesehatan, bukan pejabat.

Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena mengatakan hal ini, menanggapi laporan bahwa beberapa pejabat pemerintah di Indonesia telah menerima vaksin dosis ketiga.

Padahal, aturan pemerintah sendiri baru memungkinkan vaksinasi dosis ketiga dilakukan terbatas pada tenaga kesehatan karena memiliki kerentanan tinggi terpapar Covid-19.*** (Nurul Khadijah/Pikiran-Rakyat.com)

Editor: Muhammad ZA

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler