Hanya 9,7 Persen Orang Tua Senang Anaknya Belajar Daring

13 September 2021, 14:09 WIB
Ilustrasi PJJ atau belajar daring yang butuh kuota internet. /AmrThele/Pixabay

PORTAL BONTANG - Belajar daring selama setahun terakhir tak begitu disenangi anak, terlebih orang tua.

Hal ini terlihat dari survei Median, hanya sedikit orang tua yang senang mengikuti belajar daring atau pembelajaran jarak jauh di tengah pandemi.

Sementara itu, mayoritas melihat anaknya mengalami kebosanan dalam mengikuti belajar daring.

Baca Juga: Bertambah Lagi, Korban Kebakaran Lapas Tangerang Kini 46 Orang

Dikutip PortalBontang.com dari berita Pikiran-Rakyat.com berjudul "Anak-anak Dilanda Kebosanan PJJ, Hasil Survei: Hanya 9,7 Persen yang Senang".

Survei yang memiliki 1.000 responden berusia 17 tahun ke atas itu menunjukkan, hanya 9,7 persen yang senang dengan aktivitas PJJ.

Sementara 41,4 persen mengaku bosan dengan PJJ yang telah berjalan lebih dari setahun terakhir.

Direktur Eksekutif Median, Rico Marbun menuturkan, hasil survei itu pada dasarnya menunjukan persepsi orang tua terhadap kegiatan belajar daring anak-anak mereka selama pandemi.

Baca Juga: Demi Kembalikan Aset, Rita Widyasari Disebut Suap Penyidik KPK Rp5,197 Miliar

"Jadi memang perasaan orang tua ini, mereka melihat bahwa anak-anak yang selama hampir dua tahun ini melakukan pembelajaran jarak jauh, mayoritasnya itu bosan. Jadi 41,4 persen (yang bosan)," tuturnya pada saat ekspos hasil survei, Kamis, 9 September 2021 lalu.

Survei yang berlangsung pada periode 19-26 Agustus 2021 menunjukkan hasil yang serupa antara responden di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa.

Di Pulau Jawa, hanya 10 persen responden yang senang dengan PJJ, sementara 41,7 persen merasa bosan. Di luar Pulau Jawa, hanya 7,1 persen yang senang PJJ, sedangkan 39,3 persen merasa bosan.

Median juga menyurvei responden berdasarkan latar belakang pendidikannya.

Baca Juga: Minum Kopi Tanpa Gula Bisa Bakar Lemak? Ini Penjelasan dr. Zaidul Akbar

Rico menuturkan, kemungkinan adanya korelasi antara responden dengan latar belakang pendidikan rendah dengan persepsi atas PJJ.

Menurutnya, semakin rendah latar belakang pendidikan responden, semakin besar ia mempersepsikan PJJ sebagai kegiatan yang membosankan.

"Kalau tingkat pendidikan ini ada hubungannya dengan strata ekonomi, kita bisa melihat memang semakin rendah tingkat pendidikannya itu semakin tinggi perasaan bosan yang dimiliki oleh anak-anak," tuturnya.

Responden dengan latar belakang pendidikan SD sederajat, menunjukkan 73,5 persen merasa bosan dengan PJJ. Sementara hanya 8,7 persen yang senang.

Baca Juga: 10 Makanan Tak Baik untuk Otak Jika Dikonsumsi Berlebihan

Adapun responden dengan latar belakang tamatan setara diploma dan sarjana menunjukkan 34 persen merasa bosan dengan PJJ.

Hanya 13,9 persen responden dari latar belakang pendidikan tinggi yang mengaku senang dengan PJJ.

Hal yang membuat sebagian besar responden cenderung memberikan persepsi negatif terhadap PJJ ditopang oleh beberapa hal.

Terbesar adalah masalah koneksi internet yang buruk (62,7 persen), diikuti oleh masalah ponsel yang tak kompatibel (48,7 persen).

Baca Juga: Tukar Segera! Kode Redeem FF 12 September 2021, Dapatkan Voucher hingga Skin Senjata

Masalah terbesar ketiga adalah pelajaran yang sulit untuk diikuti (42 persen).

Survei juga menyoroti tentang rencana PTM Terbatas. Mayoritas responden menyatakan khawatir dengan potensi penularan bila PTM Terbatas dilaksanakan (60,7 persen). Responden yang menyatakan tak khawatir hanya 24,3 persen.

Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PAN Zainuddin Maliki mengatakan, hasil survei menunjukkan bahwa antara keinginan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim, untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas belum selaras dengan kondisi orang tua siswa yang umumnya merasa khawatir dengan PTM terbatas.

Baca Juga: Cek Fakta: Ungkapan Duka Cita Megawati Meninggal, Ini Faktanya

"Berangkat dari hal ini, PTM Terbatas tetap tidak boleh dipaksakan bila orang tua, termasuk pemerintah daerah, masih belum mengizinkan PTM Terbatas," tuturnya.

Ia menambahkan, Komisi X DPR pada dasarnya menyarankan kepada Kemendikbudristek, untuk serius meningkatkan motivasi, pelatihan, dan keahlian, dalam rangka mendesain PJJ. Hal itu dilakukan pada awal-awal PJJ diberlakukan.

"Tapi, ternyata tak bisa dilakukan. Tak ada proses upskilling-reskilling dalam mendesain PJJ sehingga yang terjadi adalah kebosanan," tuturnya.*** (Muhammad Ashari/Pikiran-Rakyat.com)

Editor: Muhammad ZA

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler