Khutbah Jumat 28 Januari 2022: Hikmah dan Nilai Sosial dalam Surah Al-Ma'un

- 28 Januari 2022, 10:35 WIB
Khutbah Jumat hari ini, 28 Januari 2022 bertemakan hikmah dan nilai sosial dalam Surah Al-Ma'un
Khutbah Jumat hari ini, 28 Januari 2022 bertemakan hikmah dan nilai sosial dalam Surah Al-Ma'un /unsplash.com/Beth Macdonald

Jamaah sholat Jumat yang berbahagia…
Surat al-Ma’un diawali dengan hamzah istifhām atau alif istifhām di kata ara’aita. Penggunaan hamzah istifhām di awal surat ini menunjukkan makna insya’ istifhām li al-ta’jūb (untuk menunjukkan keheranan) kepada orang yang diajak bicara.

Hal ini bertujuan untuk membuat orang ingin tahu disertai rasa keheranan yang mendalam tentang siapakah yang dimaksud Allah sebagai pendusta agama.

Tujuh ayat dalam surat al-Ma’un ini menjelaskan tentang kriteria orang-orang yang Allah sebut sebagai pendusta agama yaitu orang-orang yang menghardik anak yatim, orang yang tidak memberi makan orang miskin, orang yang lalai dari sholatnya, orang yang riya’, dan orang yang enggan tolong menolong.

Kata al-Māūn sendiri bermakna segala sesuatu yang bermanfaat yang mencakup hal-hal kecil yang diperlukan orang dalam kehidupan sehari-hari, juga perbuatan baik berupa pemberian bantuan kepada sesama manusia dalam hal-hal kecil.

Bila diperluas maknanya, al-Māūn berarti bantuan atau pertolongan dalam setiap kesulitan sehingga surat ini banyak menggambarkan beberapa hal yang berkaitan dengan kepedulian sosial.

Pada ayat dua disebutkan “yaitu orang yang menghardik anak yatim.” Allah menyebut para penghardik anak yatim sebagai pendusta agama karena mereka telah menghindarkan hak para anak yatim dengan enggan memberi mereka makan, enggan menyantuni bahkan berkata kasar sampai mendzalimi.

Padahal Islam menempatkan anak yatim pada kedudukan yang mulia sampai-sampai di dalam al-Qur’an Allah menyebutnya sebanyak 23 kali dalam berbagai konteks. Selain itu di dalam hadis banyak pula dibahas tentang kedudukan dan keutamaan menyantuni anak yatim, seperti sabda Nabi:

«أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ هَكَذَا». وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى، وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا

“Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini.” Kemudian Nabi mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengahnya serta agak merenggangkan keduanya. (HR. Bukhari)

Anak yatim adalah anak yang telah ditinggal mati oleh orangtuanya baik keduanya ataupun salah satunya. Mereka kehilangan sosok pencari nafkah sedangkan mereka sendiri masih terlalu belia untuk mengerti dan menjalani sebuah pekerjaan, kehilangan sosok pelindung dan pengasih yang seharusnya membina mental dan spiritual di umur semuda mereka.

Halaman:

Editor: Muhammad ZA

Sumber: Muhammadiyah


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini